Karya, Orgenes Bunai*)
Mentari pagi telah tiba di tanah penuh keributan dan menyinari dunia kekejaman
Memanggilku olehnya, air tak bernoda untukku
Sekali pun kau dihianati, bagiku kau kadang fovaritku
Kecewa pun melanda bagimu, kau tetap sahabat sejati ditiap aku butuh
Aku anggap dirimu sebagai sahabatku
Sahabat yang menemani ditiap aku butuh darimu
Sahabat terdekat, sejati, dan sejuta harapanku
Tapi, kadang aku tak sadar akan kejamnya kau membunuh tubuhku
Aku tak akan biarkan perlu dariku
Aku memeluk erat, namun keeratanku tak pasti bagi hidupku
Kau bagiku abadi dan panorama keindahan kehancuran
Kau akan bersama selamnya, tapi tidak demikian yang kau bayangkan!
Biarlah dunia yang memisahkan kita berdua
Ketika aku telah tiada di dunia nyata
Ketika aku di jemput oleh maut kematian karena ulahanmu
Ketika aku kiamat dari dunia ini karena air tak bernoda bagimu
Tangisi mabuk kematian, dunia penuh dengan ancaman
Biarlah aku pergi ke belahan dunia, jauh dengan dunia penuh kehancuran
Kepergianku ini tak ada orang yang menangisiku
Hanya mautku disirami air tak bernoda itu (miras) bagi jiwa yang sirna
“...refleksi, miras membunuh tubuh bahkan menghilangkan nyawa, sadar akan jiwa yang hidup bagi manusia Papua...”
Karya anak muda Papua, tinggal di Papua
Papua, Maret 2018
Editor: Frans Pigai